Minggu, 23 April 2017

112 Kontainer ayam yang bermasalah

”Semua isi dari blog ini insyaallah adalah hasil dari tulisan penulis. Adapun jika ada materi di dalam blog ini yang mungkin ada unsur duplikasi baik berupa teks maupun gambar. Sungguh penulis tidak ada niat untuk melanggar hak cipta. Jika anda adalah pemilik sah dari salah satu gambar atau artikel di blog ini dan anda berkeinginan untuk tidak ingin ditampilkan, maka silahkan hubungi kami. Insyaallah kami akan segera melakukan yang diperlukan, baik untuk menghapus maupun memberikan  credit/link dimana gambar atau artikel tersebut berada.”

Pengertian Wanprestasi
Seringnya hal-hal yang menjadi persoalan dalam hokum perjanjian adalah pengingkaran atau kelalaian seorang debitur kepada kreditur, atau pemenuhan janji yang dilakukan oleh debitur. Dalam hukum perdata, keduanya disebut dengan prestasi bagi yang memenuhi janji dan wanprestasi bagi yang tidak memenuhi janji. Riduan Syahrani mendefinisikan bahwa prestasi adalah suatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.[1]
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan, sehingga dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa harta kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditur. Namun, jaminan umum tersebut dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antarpihak.[2]
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk.[3]Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan[4]. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan:
1.      Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian;
2.      Karena keadaan memaksa (force majeure) di luar kemampuan debitor, sehingga debitor tidak bersalah.
Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi apabila seseorang:[5]
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.      Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

Macam-Macam Wanprestasi
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.[10]

 Mulai Terjadinya Wanprestasi
Praktek hukum perikatan di dalam masyarakat, untuk menentukan sejak kapan seorang debitur wanprestasi terkadang tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus memenuhi prestasi tidak tidak selalu ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian jual beli, sesuatu barang, mislnya, tidak ditetapkan kapan penjual harus menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli, dan kapan pembeli harus membayar harga barang yang dibelinya kepada penjual.[11]
Lain hal dalam menetapkan kapan debitur wanprestasi pada perjanjian yang prestasinya untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak membangun tembok yang tingginya lebih dari dua meter, sehingga begitu debitur membangun tembok yang tingginya lebih dua meter, sejak itu debitur dalam keadaan wanprestasi.[12]
Perjanjian yang prestasinya untuk memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, yang tidak menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi tersebut, sehingga untuk memenuhi prestasi tersebut, debitur harus lebih dahulu diberi teguran (somasi) agar debitur memenuhi kewajibannya.
Jika dalam prestasi tersebut dapat seketika dipenuhi, misalnya penyerahan barang yang dijual dan barang yang akan diserahkan sudah ada, pprestasi tersebut dapat ditunut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi, jika prestasi dalam perjanjian tersebut tidak dapat dipenuhi seketika, misalnya barang yang harus diserahkan masih belum berada di tangan debitur, kepada debitur (penjual) diberi waktu yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut.[13]
Tentang bagaimana cara memberikan teguran (somasi) terhadap debitur agar jika debitur tidak memenhui teguran itu dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam Pasal 1238 BW yang menentukan, bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis.[14]
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu dengan kata lain somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.[15]
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).
Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
a.       Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
b.      Akta sejenis
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
c.       Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu, somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
 Akibat Adanya Wanprestasi
Tidak dipenuhinya perikatan yang diakibatkan oleh kelalaian debitur atau wanprestasi sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur menimbulkan beberapa akibat. Akibat-akibat wanprestasi adalah:[16]
1.      Debitur harus membayar ganti rugi (Pasal 1279 BW);
2.      Beban resiko bergeser ke arah kerugian debitur. Suatu halangan yang timbul ke permukaan                  dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditur setelah pihak debitur melakukan wanprestasi,                kecuali ada kesengajaan atau kelalaian besar (culpa lata) pada pihak kreditur atau tidak dapat              mengendalikan (overmacht).
3.      Jika perikatan timbul dari suatu persetujuan timbal balik , maka pihak kreditur dapat                            membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui cara Pasal 1302 BW atau            melalui exceptio non adimpleti contractus menangkis tuntutan debitur untuk memenuhi                        perikatan.
Adapun akibat yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi diancam beberapa sanksi atau hukuman, yaitu:[17]
1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan atau disebut ganti rugil
2.      Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3.      Peralihan resiko;
4.      Membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di depan hakim.


Contoh Kasus:

Salah satu contoh kasus wanprestasi adalah sebagaimana yang dilakukan oleh PT.Glbx kepada PT.Mcrx

 PT.Glbx adalah perusahaan dagang yang berkedudukan hukum di Amerika Serikat (AS). Perusahaan ini menjual produk-produk makanan yang biasa diimpor beberapa negara. Dalam sebuah perkara, PT.Glbx mengadakan sebuah kontrak dagang dengan perusahaan asal Rumania bernama PT.Mcrx yang dibuat di Inggris.
Kontrak tersebut berisi perjanjian yang menyebutkan PT.Mcrx membeli 112 kontainer ayam dari perusahaan PT.Glbx dengan ketentuan pengiriman barang paling lambat 29 Mei tahun 2006 lalu. Kontrak tersebut juga diatur dalam ketentuan CISG.
Yang menjadi permasalahan dalam kasus itu ialah adanya wanprestasi yang terindikasi terjadi dalam perjanjian tersebut (antara PT.Glbx dan PT.Mcrx).
Alasan adanya indikasi wanprestasi  adalah berdasarkan fakta yang ada, perjanjian yang sudah disetujui kedua belah pihak mengharuskan perusahaan PT.Glbx untuk mengirimkan 112 kontainer ayam dengan batas pengiriman 29 Mei 2006.
Akan tetapi, sampai 2 Juni 2006 perusahaan PT.Glbx hanya mengirimkan 50 kontainer ayam. Jelas sekali terlihat bahwa PT.Glbx tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati, maka dari itu berkaitan dengan hal tersebut pihak PT.Glbx dapat disimpulkan melakukan wanprestasi.
Dikarenakan perlakuan perusahaan PT.Glbx tersebut, maka PT.Mcrx selaku pihak yang dirugikan, menuntut PT.Glbx memberikan ganti rugi sebesar $608,323.
Menanggapi tuntutan dari PT.Mcrx tersebut, pihak PT.Glbx memberikan pembelaan diri dengan berargumen bahwa dalam kasus ini terjadi force majure (kejadian atau keadaan yang terjadi di luar kuasa dari pihak yang bersangkutan).
Argumen PT.Glbx tersebut tidak sepenuhnya salah, karena memang pada 2 Juni 2006 Pemerintah Rumania (di mana perusahaan PT.Mcrx berkedudukan hukum) mendeklarasikan tanpa memberitahu terlebih dulu kepada PT.Glbx bahwa sampai pada 7 Juni 2006, tidak ada ayam yang dapat diimpor ke Rumania kecuali apabila ada pengesahan pada tanggal terakhir yang telah ditentukan.
Sehubungan dengan pemberitahuan tersebut PT.Glbx sampai 7 Juni 2006 segera berusaha mengirimkan 62 kontainer ayam yang terlambat. Namun, hanya 20 kontainer yang berhasil dikirimkan dan tersisa 42 kontainer ayam yang gagal dikirimkan ke PT.Mcrx.
Atas argumen tersebut, PT.Glbx tetap melakukan wanprestasi karena jumlah barang yang berhasil dikirim tidak sesuai perjanjian dan pengiriman barang sudah di luar batas tanggal yang telah ditentukan kedua belah pihak.
Runtutan kasus di atas memiliki titik taut primer di mana PT.Glbx berkedudukan hukum di Amerika Serikat dan perusahaan PT.Mcrx berkedudukan hukum di Rumania, di mana kedua negara tersebut memiliki yurisdiksinya masing-masing.
Untuk menentukan yurisdiksi (dasar Justifikasi) dalam Hukum Perdata Internasional (untuk selanjutnya disingkat dengan HPI) dapat dilihat dari pihak yang berkedudukan sebagai tergugat (dalam kasus ini ialah PT.Glbx). Hak milik kebendaan (properti) yang terlibat dalam perkara, ataupun dilihat dari transaksi dasar (the underlying transaction) dari perkara.
Adapun titik taut primer yang lain yaitu tempat di mana perbuatan hukum tersebut terjadi, perbuatan hukum yang ada dalam kasus ini ialah perjanjian yang dilaksanakan di Inggris.
Selanjutnya untuk penyelesaian kasus PT.Glbx versus PT.Mcrx ini dapat dilihat dari kualifikasi hukumnya, di mana terdapat choice of law yaitu menggunakan hukum Inggris, sesuai kesepakatan kedua belah pihak di mana sengketa diselesaikan dengan arbitrase Inggris.
Sesuai dengan teori kualifikasi lex fori (berdasarkan fakta yang ada), maka choice of law yang telat dipilih kedua belah pihak yaitu arbitrase Inggris adalah yang akan menentukan hasil putusan dari kasus PT.Glbx versus PT.Mcrx.
Jika dilihat berdasarkan kedudukan hakim yang akan menyelesaikan sengketa, maka hukum intern Inggrislah yang digunakan sebagai lex cause (lex cause: pilihan hukum intern-yang mempengaruhi hasil putusan hakim).
Berdasarkan sistem hukum Inggris, wanprestasi dikenal dengan istilah Breacht of contract di mana aturan di dalamnya menetapkan bahwa dalam kasus wanprestasi tidak menerima alasan apapun dalam penyelesaiannya.
Sehingga alasan dari PT.Glbx yaitu adanya force majure tidak dapat diterima. Lalu untuk akibat dari wanprestasi dalam hukum Inggris terdapat dua kategori, yaitu : total breacht dan partial breach di mana total breacht tidak memungkinkan lagi untuk pihak yang melakukan wanprestasi melanjutkan kontrak yang sudah dibuat, dan untuk partial breacht pihak yang melakukan wanprestasi masih terdapat kemungkinan untuk melanjutkan kontrak.
Pada kasus ini, dikarenakan fatalnya perbuatan PT.Glbx yang melalaikan kewajibannya untuk menepati deadline pengiriman kontainer ayam, maka yang dikenakan ialah total breacht yaitu  PT.Glbx tidak dapat lagi melanjutkan kontraknya. Maka PT.Mcrx sebagai pemenang


Analisis:
Jika dilihat berdasarkan KUHP Perdata yang akan saya gunakan untuk meng analisis kasus tersebut, terdapat pasal KUHP Perdata yang dilanggar oleh PT.Glbx. Diantaranya adalah:
Dimana PT.Glbx telah terkena pasal 1234 KUHP Perdata, karena menurut pasal 1234 KUHP Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi apabila seseorang:[5]

1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.      Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

Pada kasus diatas sudah jelas bahwa PT.Glbx tidak bisa memenuhi perjanjainnya atas PT.Mcrx.

     Menurut pasal KUHP Perdata 1238 PT.Glbx telah melakukan wanprestasi yang di karenakan dengan lewatnya batas waktu pengiriman 112 kontainer ayam yang telah terikat kontrak atau yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak. Menurut pasal KUHP Perdata 1238 dinyatakan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

.          Karena Tidak dipenuhinya perikatan yang diakibatkan oleh kelalaian debitur atau wanprestasi sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur menimbulkan beberapa akibat. Menurut Pasal 1279 KUHP Perdata yaitu PT.Glbx harus membayar ganti rugi atas PT.Mcrx.


Kesimpulan:
Dari kasus diatas juga kita telah mengetahui nya bahwa PT.Mcrx lah pemenangnya dikarenakan fatalnya perbuatan PT.Glbx yang melalaikan kewajibannya untuk menepati deadline pengiriman kontainer ayam.





Sumber: https://ulahcopas.blogspot.co.id/2016/05/hukum-perikatan-wanprestasi.html

               http://dok.joglosemar.co/baca/2015/12/26/globex-vs-macromex-dari-tinjauan-hukum.html