”Semua
isi dari blog ini insyaallah adalah hasil dari tulisan penulis. Adapun jika ada
materi di dalam blog ini yang mungkin ada unsur duplikasi baik berupa teks
maupun gambar. Sungguh penulis tidak ada niat untuk melanggar hak cipta. Jika
anda adalah pemilik sah dari salah satu gambar atau artikel di blog ini dan
anda berkeinginan untuk tidak ingin ditampilkan, maka silahkan hubungi kami.
Insyaallah kami akan segera melakukan yang diperlukan, baik untuk menghapus
maupun memberikan credit/link dimana
gambar atau artikel tersebut berada.”
Pengertian
Wanprestasi
Seringnya
hal-hal yang menjadi persoalan dalam hokum perjanjian adalah pengingkaran atau
kelalaian seorang debitur kepada kreditur, atau pemenuhan janji yang dilakukan
oleh debitur. Dalam hukum perdata, keduanya disebut dengan prestasi bagi yang
memenuhi janji dan wanprestasi bagi yang tidak memenuhi janji. Riduan Syahrani
mendefinisikan bahwa prestasi adalah suatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh
debitur dalam setiap perikatan.[1]
Prestasi
adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.
Prestasi adalah objek perikatan, sehingga dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Pasal 1131
dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa harta kekayaan debitur, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi
jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditur. Namun, jaminan umum tersebut
dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan
dalam perjanjian antarpihak.[2]
Wanprestasi
berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk.[3]Wanprestasi artinya
tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan[4]. Tidak
dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan:
1. Karena kesalahan debitor, baik karena
kesengajaan maupun kelalaian;
2. Karena keadaan memaksa (force majeure) di
luar kemampuan debitor, sehingga debitor tidak bersalah.
Untuk
menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan wanprestasi, perlu
ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja atau lalai tidak
memenuhi prestasi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi
adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak
melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi apabila seseorang:[5]
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak
tidak boleh dilakukannya.
Macam-Macam
Wanprestasi
Jika
debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan
kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah
prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu
para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi
dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.
Dalam
hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu,
akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak
pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.
Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan
sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal
1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas
waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk
menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan
tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut
disebut dengan somasi.[10]
Mulai Terjadinya Wanprestasi
Praktek
hukum perikatan di dalam masyarakat, untuk menentukan sejak kapan seorang
debitur wanprestasi terkadang tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus
memenuhi prestasi tidak tidak selalu ditentukan dalam perjanjian. Dalam
perjanjian jual beli, sesuatu barang, mislnya, tidak ditetapkan kapan penjual
harus menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli, dan kapan pembeli harus
membayar harga barang yang dibelinya kepada penjual.[11]
Lain hal
dalam menetapkan kapan debitur wanprestasi pada perjanjian yang prestasinya
untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak membangun tembok yang
tingginya lebih dari dua meter, sehingga begitu debitur membangun tembok yang
tingginya lebih dua meter, sejak itu debitur dalam keadaan wanprestasi.[12]
Perjanjian
yang prestasinya untuk memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, yang tidak
menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi tersebut, sehingga untuk
memenuhi prestasi tersebut, debitur harus lebih dahulu diberi teguran (somasi)
agar debitur memenuhi kewajibannya.
Jika
dalam prestasi tersebut dapat seketika dipenuhi, misalnya penyerahan barang
yang dijual dan barang yang akan diserahkan sudah ada, pprestasi tersebut dapat
ditunut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi, jika prestasi dalam perjanjian
tersebut tidak dapat dipenuhi seketika, misalnya barang yang harus diserahkan
masih belum berada di tangan debitur, kepada debitur (penjual) diberi waktu
yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut.[13]
Tentang
bagaimana cara memberikan teguran (somasi) terhadap debitur agar jika debitur
tidak memenhui teguran itu dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam Pasal 1238
BW yang menentukan, bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan
akta sejenis.[14]
Somasi
adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi
ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam
jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu dengan kata lain
somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran
kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.
Menurut
pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini
menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.[15]
Dari
ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi
apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).
Adapun
bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
a. Surat perintah
Surat
perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan
surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan
selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru
Sita”
b. Akta sejenis
Akta ini
dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
c. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya
sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam
perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan
kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah
pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan
maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam
keadaan tertentu, somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang
debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam
perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat
sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.
Akibat Adanya Wanprestasi
Tidak
dipenuhinya perikatan yang diakibatkan oleh kelalaian debitur atau wanprestasi
sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur
menimbulkan beberapa akibat. Akibat-akibat wanprestasi adalah:[16]
1. Debitur harus membayar ganti rugi (Pasal
1279 BW);
2. Beban resiko bergeser ke arah kerugian
debitur. Suatu halangan yang timbul ke permukaan dapat dipertanggungjawabkan
kepada kreditur setelah pihak debitur melakukan wanprestasi, kecuali ada
kesengajaan atau kelalaian besar (culpa lata) pada pihak kreditur atau tidak
dapat mengendalikan (overmacht).
3. Jika perikatan timbul dari suatu
persetujuan timbal balik , maka pihak kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajiban melakukan kontraprestasi melalui cara Pasal 1302 BW atau melalui
exceptio non adimpleti contractus menangkis tuntutan debitur untuk memenuhi perikatan.
Adapun
akibat yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi diancam beberapa
sanksi atau hukuman, yaitu:[17]
1. Membayar kerugian yang diderita oleh
kreditur atau dengan atau disebut ganti rugil
2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan
pemecahan perjanjian;
3. Peralihan resiko;
4. Membayar biaya perkara, jika sampai
diperkarakan di depan hakim.
Contoh
Kasus:
Salah
satu contoh kasus wanprestasi adalah sebagaimana yang dilakukan oleh PT.Glbx
kepada PT.Mcrx
PT.Glbx adalah perusahaan dagang yang
berkedudukan hukum di Amerika Serikat (AS). Perusahaan ini menjual
produk-produk makanan yang biasa diimpor beberapa negara. Dalam sebuah perkara,
PT.Glbx mengadakan sebuah kontrak dagang dengan perusahaan asal Rumania bernama
PT.Mcrx yang dibuat di Inggris.
Kontrak
tersebut berisi perjanjian yang menyebutkan PT.Mcrx membeli 112 kontainer ayam
dari perusahaan PT.Glbx dengan ketentuan pengiriman barang paling lambat 29 Mei
tahun 2006 lalu. Kontrak tersebut juga diatur dalam ketentuan CISG.
Yang
menjadi permasalahan dalam kasus itu ialah adanya wanprestasi yang terindikasi
terjadi dalam perjanjian tersebut (antara PT.Glbx dan PT.Mcrx).
Alasan
adanya indikasi wanprestasi adalah
berdasarkan fakta yang ada, perjanjian yang sudah disetujui kedua belah pihak
mengharuskan perusahaan PT.Glbx untuk mengirimkan 112 kontainer ayam dengan
batas pengiriman 29 Mei 2006.
Akan
tetapi, sampai 2 Juni 2006 perusahaan PT.Glbx hanya mengirimkan 50 kontainer
ayam. Jelas sekali terlihat bahwa PT.Glbx tidak memenuhi perjanjian yang telah
disepakati, maka dari itu berkaitan dengan hal tersebut pihak PT.Glbx dapat
disimpulkan melakukan wanprestasi.
Dikarenakan
perlakuan perusahaan PT.Glbx tersebut, maka PT.Mcrx selaku pihak yang
dirugikan, menuntut PT.Glbx memberikan ganti rugi sebesar $608,323.
Menanggapi
tuntutan dari PT.Mcrx tersebut, pihak PT.Glbx memberikan pembelaan diri dengan
berargumen bahwa dalam kasus ini terjadi force majure (kejadian atau keadaan
yang terjadi di luar kuasa dari pihak yang bersangkutan).
Argumen
PT.Glbx tersebut tidak sepenuhnya salah, karena memang pada 2 Juni 2006
Pemerintah Rumania (di mana perusahaan PT.Mcrx berkedudukan hukum)
mendeklarasikan tanpa memberitahu terlebih dulu kepada PT.Glbx bahwa sampai
pada 7 Juni 2006, tidak ada ayam yang dapat diimpor ke Rumania kecuali apabila
ada pengesahan pada tanggal terakhir yang telah ditentukan.
Sehubungan
dengan pemberitahuan tersebut PT.Glbx sampai 7 Juni 2006 segera berusaha
mengirimkan 62 kontainer ayam yang terlambat. Namun, hanya 20 kontainer yang
berhasil dikirimkan dan tersisa 42 kontainer ayam yang gagal dikirimkan ke
PT.Mcrx.
Atas
argumen tersebut, PT.Glbx tetap melakukan wanprestasi karena jumlah barang yang
berhasil dikirim tidak sesuai perjanjian dan pengiriman barang sudah di luar
batas tanggal yang telah ditentukan kedua belah pihak.
Runtutan
kasus di atas memiliki titik taut primer di mana PT.Glbx berkedudukan hukum di
Amerika Serikat dan perusahaan PT.Mcrx berkedudukan hukum di Rumania, di mana
kedua negara tersebut memiliki yurisdiksinya masing-masing.
Untuk
menentukan yurisdiksi (dasar Justifikasi) dalam Hukum Perdata Internasional
(untuk selanjutnya disingkat dengan HPI) dapat dilihat dari pihak yang
berkedudukan sebagai tergugat (dalam kasus ini ialah PT.Glbx). Hak milik
kebendaan (properti) yang terlibat dalam perkara, ataupun dilihat dari
transaksi dasar (the underlying transaction) dari perkara.
Adapun
titik taut primer yang lain yaitu tempat di mana perbuatan hukum tersebut
terjadi, perbuatan hukum yang ada dalam kasus ini ialah perjanjian yang
dilaksanakan di Inggris.
Selanjutnya
untuk penyelesaian kasus PT.Glbx versus PT.Mcrx ini dapat dilihat dari
kualifikasi hukumnya, di mana terdapat choice of law yaitu menggunakan hukum
Inggris, sesuai kesepakatan kedua belah pihak di mana sengketa diselesaikan
dengan arbitrase Inggris.
Sesuai
dengan teori kualifikasi lex fori (berdasarkan fakta yang ada), maka choice of
law yang telat dipilih kedua belah pihak yaitu arbitrase Inggris adalah yang
akan menentukan hasil putusan dari kasus PT.Glbx versus PT.Mcrx.
Jika
dilihat berdasarkan kedudukan hakim yang akan menyelesaikan sengketa, maka
hukum intern Inggrislah yang digunakan sebagai lex cause (lex cause: pilihan
hukum intern-yang mempengaruhi hasil putusan hakim).
Berdasarkan
sistem hukum Inggris, wanprestasi dikenal dengan istilah Breacht of contract di
mana aturan di dalamnya menetapkan bahwa dalam kasus wanprestasi tidak menerima
alasan apapun dalam penyelesaiannya.
Sehingga
alasan dari PT.Glbx yaitu adanya force majure tidak dapat diterima. Lalu untuk
akibat dari wanprestasi dalam hukum Inggris terdapat dua kategori, yaitu :
total breacht dan partial breach di mana total breacht tidak memungkinkan lagi
untuk pihak yang melakukan wanprestasi melanjutkan kontrak yang sudah dibuat,
dan untuk partial breacht pihak yang melakukan wanprestasi masih terdapat
kemungkinan untuk melanjutkan kontrak.
Pada
kasus ini, dikarenakan fatalnya perbuatan PT.Glbx yang melalaikan kewajibannya
untuk menepati deadline pengiriman kontainer ayam, maka yang dikenakan ialah
total breacht yaitu PT.Glbx tidak dapat
lagi melanjutkan kontraknya. Maka PT.Mcrx sebagai pemenang
Analisis:
Jika
dilihat berdasarkan KUHP Perdata yang akan saya gunakan untuk meng analisis
kasus tersebut, terdapat pasal KUHP Perdata yang dilanggar oleh PT.Glbx.
Diantaranya adalah:
Dimana
PT.Glbx telah terkena pasal 1234 KUHP Perdata, karena menurut pasal 1234 KUHP
Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya dianggap
wanprestasi apabila seseorang:[5]
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak
tidak boleh dilakukannya.
Pada
kasus diatas sudah jelas bahwa PT.Glbx tidak bisa memenuhi perjanjainnya atas
PT.Mcrx.
Menurut pasal KUHP Perdata 1238 PT.Glbx
telah melakukan wanprestasi yang di karenakan dengan lewatnya batas waktu
pengiriman 112 kontainer ayam yang telah terikat kontrak atau yang telah di
sepakati oleh kedua belah pihak. Menurut pasal KUHP Perdata 1238 dinyatakan
bahwa:
“Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini
menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
. Karena Tidak dipenuhinya perikatan
yang diakibatkan oleh kelalaian debitur atau wanprestasi sebagai akibat situasi
dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur menimbulkan beberapa akibat.
Menurut Pasal 1279 KUHP Perdata yaitu PT.Glbx harus membayar ganti rugi atas
PT.Mcrx.
Kesimpulan:
Dari
kasus diatas juga kita telah mengetahui nya bahwa PT.Mcrx lah pemenangnya
dikarenakan fatalnya perbuatan PT.Glbx yang melalaikan kewajibannya untuk
menepati deadline pengiriman kontainer ayam.
Sumber:
https://ulahcopas.blogspot.co.id/2016/05/hukum-perikatan-wanprestasi.html
http://dok.joglosemar.co/baca/2015/12/26/globex-vs-macromex-dari-tinjauan-hukum.html